Saatnya Menjemput Aspirasi Guru PAIS

Kolaborasi antara Pak Guru NINE dengan murid-muridnya di SMAN 2 Jombang dalam memproduksi konten pembelajaran.  

[Jombang, Pak Guru NINE] - Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (PAIS) baik negeri maupun swasta telah lama menjalani peran yang tak ringan, namun acap kali berada di tengah ketidakpastian regulasi. Mereka berada di simpang jalan dua kementerian: Kementerian Agama yang membina secara teknis-fungsional, dan Kementerian Pendidikan melalui Pemerintah Daerah yang mengelola aspek kepegawaian dan penggajian. Dalam praktiknya, relasi yang seharusnya sinergis itu justru sering menimbulkan ketidakjelasan peran, tumpang tindih wewenang, hingga ketimpangan dalam kesejahteraan.

Padahal peran guru PAIS sangat strategis dalam membangun karakter peserta didik. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi pembina akhlak, penjaga moral, dan penanam nilai spiritual di tengah arus globalisasi yang kian deras. Ironisnya, hak-hak mereka justru tak jarang terabaikan. Salah satu contoh nyata adalah tidak mengalirnya tunjangan seperti THR dan Gaji 13 yang semestinya mereka terima sebagai ASN, hanya karena tarik-ulur kewenangan antarlembaga. Dalam suasana seperti inilah, suara guru PAIS perlu diangkat. Bukan hanya untuk didengar, tetapi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan ke depan.

Sebagai bagian dari upaya memperjuangkan kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan, telah dirumuskan tiga alternatif solusi yang cukup representatif. Pertama, menarik seluruh guru PAIS ke bawah naungan langsung Kementerian Agama. Kedua, menyerahkan mereka sepenuhnya kepada Kementerian Pendidikan dan Pemerintah Daerah. Dan ketiga, mempertahankan skema yang ada, namun dengan meningkatkan sinergi dan koordinasi antara kedua kementerian tersebut.

Masing-masing alternatif memiliki kelebihan dan tantangannya sendiri. Alternatif pertama menawarkan penyatuan birokrasi dan pembinaan nilai keagamaan yang lebih terarah, namun berisiko menambah beban anggaran dan restrukturisasi kelembagaan. Alternatif kedua menjanjikan keseragaman pengelolaan ASN daerah dan akses tunjangan yang lebih lancar, tapi dikhawatirkan mengurangi kekhasan pembinaan pendidikan agama. Sedangkan alternatif ketiga adalah yang paling realistis di atas kertas, tetapi telah lama gagal diwujudkan secara maksimal akibat minimnya komitmen sinergis dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Kini, pertanyaan pentingnya adalah: dari ketiga pilihan tersebut, mana yang sebenarnya paling diharapkan dan dianggap paling ideal oleh para guru PAIS sendiri? Siapa yang paling berhak menjawab jika bukan mereka yang menjalani langsung realitas di lapangan? Karena itu, survei ini kami susun sebagai bentuk penghargaan atas suara mereka. Ini bukan sekadar seremonial birokrasi, tetapi langkah konkret untuk memastikan bahwa kebijakan yang kelak lahir benar-benar bersumber dari aspirasi yang nyata.

Atas dasar itulah, saya ingin mengetahui aspirasi obyektif para guru PAIS atas ketiga alternatif solusi tersebut. Melalui survei ini, saya ingin membuka ruang dialog dan mendengar secara jernih apa yang menjadi harapan, keluhan, dan preferensi para guru PAIS. Survei ini juga menjadi wadah refleksi bersama, bahwa perubahan yang diharapkan tak cukup dengan retorika, tetapi harus berangkat dari realitas dan kebutuhan para pelaku pendidikan di tingkat akar rumput. Data dan suara yang terkumpul akan menjadi dasar yang kuat untuk dirumuskan oleh para pemangku kebijakan menjadi kebijakan yang lebih adil, lebih berpihak, dan lebih berkelanjutan.

Sudah saatnya kita berhenti membahas nasib guru PAIS tanpa melibatkan mereka. Sudah waktunya kita bergeser dari pola pikir top-down menuju pendekatan partisipatif yang menghargai pengalaman dan pemikiran mereka. Karena sesungguhnya, di tangan mereka lah generasi masa depan sedang dibentuk—bukan hanya untuk cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan bermoral.

Maka dari itu, saya mengajak seluruh guru PAIS untuk berpartisipasi aktif dalam survei ini. Suara Anda sangat berarti. Pilihan Anda akan menjadi pijakan penting bagi perjuangan ke depan. Mari kita wujudkan perubahan yang lebih baik—dimulai dari keberanian untuk menyuarakan apa yang selama ini mungkin terpendam.

Saatnya guru PAIS bukan hanya menjadi objek kebijakan, tetapi subjek utama dalam menentukan arah masa depan profesinya. Oleh itu jika Ananda benar-benar guru PAIS dan peduli untuk memperjuangkan nasib dan hak, maka isilah formulir online ini untuk menjaring dan menampung aspirasi secara fair dan obyektif. Klik tautan Survei Aspirasi Guru PAIS ini! [pgn]

 

Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang-Guru Penggerak Angkatan 9 tahun 2024


Baca juga!

Alternatif Solusi atas Problematika Guru PAIS

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Supaya tidak merepotkan Kemenag kembalikan kami guru PAI ke kemendikbudristek dan Daerah saja😇

    BalasHapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)