![]() |
Buku Daras Tafsir Hidayatul Quran ini adalah ungkapan apresiasi santri PPDU Rejoso Peterongan Jombang atas karya monumental kyainya. |
· Judul Buku: Daras Tafsir Hidayatul Qur'an:
Ragam Pendekatan dan Cakrawala Pembacaan
· Penulis: M. Royyan Nafis Fathul Wahab, Badrul
Munir Chair, Rizqa Ahmadi, Khobirul Amru, Azkiyatuttahiyah, Amrulloh, Luthfi
Bagus Brillianto D., M. Wildan Syaiful Amri W., Siti Maisyaro Ahmad, M. Ali
Mudhoffar, Rilwanu Ar Roiyyaan, Muchammad Chasif Ascha
·
Editor: Khobirul Amru
·
Penerbit: PT. Pena Cendekia Pustaka
·
Tahun Terbit: Januari 2024
·
ISBN: 978-623-8237-41-8
·
Jumlah Halaman: xx + 249 halaman
·
Ukuran Buku: 14 x 21 cm
[Jombang, Pak Guru
NINE] - Di tengah dunia yang penuh dengan dinamika tafsir modern, hadir sebuah
buku yang mengajak kita kembali pada akar tradisi keilmuan Islam klasik, namun
tetap menawarkan perspektif yang segar dan membumi. Buku itu adalah Daras Tafsir
Hidayatul Qur'an: Ragam Pendekatan dan Cakrawala Pembacaan, karya
kolaborasi belasan penulis muda berbakat. Diterbitkan oleh PT. Pena Cendekia
Pustaka pada Januari 2024, buku ini menyajikan cara pandang baru dalam memahami
salah satu karya tafsir penting pesantren: Hidâyat al-Qur’ân fî Tafsîr
al-Qur’ân bi al-Qur’ân karya KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi Romly, yang
akrab disapa Kiai Awis.
Kolaboratif yang Solid
Disusun oleh M. Royyan Nafis Fathul
Wahab, Badrul Munir Chair, Rizqa Ahmadi, Khobirul Amru, Azkiyatuttahiyah,
Amrulloh, hingga Muchammad Chasif Ascha, buku ini mengupas tafsir Kiai Awis
dari berbagai sudut. Bukan sekadar merangkum, para penulis melakukan analisis
kritis dan menawarkan berbagai pendekatan pembacaan, membuat buku ini terasa hidup
dan dinamis.
Mereka tidak hanya memotret isi tafsir,
tetapi juga menangkap semangat zaman yang melatarbelakangi lahirnya tafsir
tersebut, termasuk keterkaitannya dengan semangat Islam Nusantara yang
moderat dan ramah budaya.
Tafsir Qur'an dengan Qur'an
Buku ini berfokus pada satu pendekatan
tafsir yang klasik namun jarang dibahas mendalam: tafsîr al-Qur’ân bi
al-Qur’ân, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan merujuk ayat lain
dalam al-Qur’an itu sendiri. Metode
ini diyakini sebagai metode paling otentik dan paling aman, karena sumber
utamanya adalah firman Allah itu sendiri. Melalui metode ini, risiko
penyimpangan makna dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam setiap bab, buku ini mengupas
bagaimana pendekatan tersebut dihidupkan oleh Kiai Awis. Mulai dari pembahasan
tentang ayat-ayat perang, hukum, hingga toleransi, semuanya dianalisis dengan
pendekatan Qur'anik yang hati-hati, adil, dan sangat proporsional.
Akademis Namun Bersahabat
Meski ditulis dengan nuansa akademik
yang kental, gaya bahasa dalam Daras Tafsir Hidayatul Qur'an tetap
terasa bersahabat. Para penulis tidak terjebak dalam jargon-jargon yang
membingungkan. Alih-alih, mereka berusaha menjelaskan istilah teknis dengan
contoh nyata, analogi yang mengena, serta ilustrasi yang sederhana.
Karena itu, buku ini tidak hanya cocok
untuk kalangan akademisi atau santri senior, tetapi juga ramah untuk pembaca
umum yang ingin memperkaya wawasan keislamannya.
Setiap bab ditulis dengan struktur yang
rapi: ada latar belakang masalah, pembahasan tematik, dan penutup yang mengajak
refleksi. Ini membuat pembaca tidak merasa "terbenam" dalam tumpukan
teori, tapi diajak berjalan perlahan menikmati setiap gagasan yang ditawarkan.
Kelebihan dan Kekurangan
Salah satu kekuatan utama buku ini
adalah keseriusannya dalam membumikan konsep tafsir berbasis pesantren ke dalam
bahasa akademik yang terukur. Di saat banyak karya tafsir modern cenderung
mengabaikan tradisi, Daras Tafsir Hidayatul Qur'an justru memperlihatkan
bahwa khazanah pesantren tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman.
Tak hanya itu, buku ini juga
memperlihatkan kedalaman epistemologi tafsir: bagaimana sebuah ayat tidak bisa
dipahami secara instan, melainkan harus dicermati dalam keterkaitannya dengan
ayat lain, dan bagaimana moderasi menjadi benang merah dalam membaca teks-teks
sensitif seperti ayat-ayat perang.
Kekurangan buku ini terletak pada
kurangnya visualisasi data atau tabel ringkasan yang bisa membantu pembaca
melihat perbandingan antar tema secara cepat. Di beberapa bagian, pembaca harus
cukup sabar mengikuti alur argumentasi yang berlapis-lapis.
Untuk Siapa Buku Ini Ditujukan?
Daras Tafsir Hidayatul Qur'an adalah bacaan wajib bagi santri,
mahasiswa studi Islam, dosen, akademisi, atau siapa saja yang serius ingin
memperkaya pemahaman tafsir dengan perspektif lokal Indonesia. Bagi
pencari makna di tengah hiruk-pikuk tafsir modern yang sering membingungkan,
buku ini menawarkan jalan pulang: bahwa memahami Qur'an bisa sederhana, dalam,
dan tetap setia pada nilai-nilai kearifan.
Buku ini juga penting dibaca oleh para
pegiat Islam moderat, mengingat ia memperlihatkan bagaimana tafsir bisa menjadi
instrumen penting dalam membangun wajah Islam yang damai dan inklusif.
Tafsir, Pesantren, dan Islam Nusantara
Salah satu benang merah yang mengalir
sepanjang buku ini adalah keterkaitan antara tafsîr al-Qur’ân bi al-Qur’ân
dengan gagasan Islam Nusantara. Islam Nusantara yang adaptif terhadap
budaya lokal, penuh toleransi, dan anti-kekerasan, menemukan rohnya dalam
tafsir Kiai Awis yang dibedah dengan cermat di sini.
Penafsiran ayat-ayat perang, misalnya,
menunjukkan bahwa perang dalam Islam bukanlah agresi tanpa batas, melainkan
upaya mempertahankan diri dan menjaga kehormatan kemanusiaan. Tafsir ini
menolak tafsir-tafsir ekstremis yang mencomot satu dua ayat untuk membenarkan
kekerasan.
Dalam konteks inilah, Daras Tafsir
Hidayatul Qur'an menjadi lebih dari sekadar buku tafsir biasa. Ia adalah
manifesto intelektual pesantren untuk dunia modern.
Simpulan
Membaca Daras Tafsir Hidayatul
Qur'an ibarat menyelami samudera tafsir yang dalam tapi jernih. Buku ini
berhasil membuktikan bahwa tradisi pesantren Indonesia bukan hanya layak
dipertahankan, tetapi juga layak untuk diperjuangkan sebagai bagian dari
peradaban Islam global.
Dengan bahasa yang renyah, pendekatan
yang serius namun tetap bersahabat, serta tema yang sangat relevan, buku ini
layak mendapat tempat di rak buku Anda.
Ia tidak hanya memperkaya wawasan, tapi juga memperhalus rasa, membimbing
pembaca untuk melihat bahwa memahami Qur'an adalah perjalanan panjang — sebuah
perjalanan cinta yang harus dijalani dengan sabar, penuh hormat, dan cinta yang
tak berkesudahan.[pgn]
Nine Adien Maulana, Santri Kaliwates 9-Sekretaris DP MUI Kabupaten Jombang
0 Komentar