Kisah Sekepal Baja dari Ruang Lobby Sekolah

Podcast antara guru dan murid ini berlangsung dengan santai di ruang lobby SMAN 2 Jombang.

[Jombang, Pak Guru NINE] Rabu pagi, 16 April 2025, suasana lobby SMAN 2 Jombang terlihat seperti biasa—lalu lalang siswa, suara sepatu yang beradu dengan lantai, dan sapaan santai guru yang baru datang. Namun ada yang berbeda pagi itu. Dua siswa mendatangi Nine Adien Maulana, guru yang dikenal dekat dengan para muridnya dan aktif membina kegiatan kreatif di sekolah. Mereka membawa sesuatu yang tidak biasa: sebuah kaos hitam dengan logo mencolok bertuliskan Fistful of Metal.

“Pak, ini merchandise band kami,” ujar Zulfisyah dari kelas XII-9, sambil menyodorkan kaos. Di sampingnya, Nafis dari kelas XI-8 hanya tersenyum, tapi matanya berbinar penuh semangat. Pak Guru NINE menerima kaos itu dengan antusias. Ia tahu ini bukan sekadar kaos, ini adalah simbol dari kerja keras, mimpi, dan semangat anak-anak muda yang ingin bersuara lewat musik.

Tanpa pikir panjang, kesempatan itu dimanfaatkan oleh Pak Nine untuk mengangkat kisah mereka dalam sebuah rekaman podcast. Tempatnya? Ya, tetap di lobby sekolah. Di balik hiruk-pikuk siswa yang hilir mudik, tiga orang duduk melingkar: satu guru dan dua murid yang siap membahas hal serius—musik metal dan spiritualitas.

Suara Metal dari Jantung Sekolah

Podcast dimulai dengan suasana santai. Nafis membuka pembicaraan dengan menjelaskan asal-usul nama band mereka, Fistful of Metal, yang terinspirasi dari album debut band legendaris Anthrax. “Kami ingin musik kami terasa seperti kepalan tangan baja yang menghantam wajah pendengar, Pak,” ujarnya sambil tertawa kecil. Tapi di balik gaya bicara santai itu, ada misi besar yang mereka usung.

Zulfisyah menambahkan bahwa mereka merasa musik metal saat ini terlalu terkotak-kotak. Maka dari itu, Fistful hadir dengan gaya baru—memadukan berbagai subgenre seperti psychedelic, classic, blues, bahkan hardcore punk. “Kami ingin bikin sesuatu yang lebih bebas, lebih emosional, tapi tetap menghentak.”

Podcast pun mengalir. Pak Guru NINE memancing dengan pertanyaan, “Kalian band metal, tapi juga aktif di RMMA—Remaja Masjid Miftahul Abror. Itu bagaimana ceritanya bisa jalan bareng?”

Zulfisyah menjawab tanpa ragu, “Justru karena kami metalhead, kami harus punya pegangan, Pak. Spirit metal itu bukan cuma tentang kebisingan, tapi juga tentang keberanian untuk jujur dengan diri sendiri. Dan bagian dari kami, ya menjadi orang yang dekat dengan Allah.”

Nafis menimpali, “Kami tetap aktif ikut kegiatan RMMA, jadi panitia kegiatan masjid, dan shalat jamaah di masjid Miftahul Abror. Band ini bukan pelarian, tapi wadah mengekspresikan keresahan, harapan, dan mimpi kami.”

Burning Brain Cell: Saat Metal Bicara Jiwa

Obrolan kemudian mengarah pada single perdana mereka yang berjudul Burning Brain Cell, dirilis awal 2025 di Spotify. Pak Guru NINE memutar sedikit lagunya lewat ponsel, lalu tersenyum. “Wah, ini sih berat dan dalam. Kalian bikin lirik sendiri?”

“Iya, Pak. Lirik lagu ini diciptakan oleh Zulfisyah, sedangkan instrumennya diciptakan oleh Sean Arthur dan Zulfisyah,” ujar Nafis. “Lagu ini tentang perjuangan batin seseorang yang berusaha keluar dari pikiran negatif. Seperti sel otaknya terbakar karena tekanan hidup, tapi dari situ dia justru bangkit.”

Vokal penuh energi, riff gitar yang meliuk-liuk psychedelic, dentuman drum yang eksplosif—semua menyatu dalam lagu ini. Tapi yang membuatnya istimewa adalah kedalaman pesan yang ingin disampaikan.

Podcast itu ditutup dengan satu pertanyaan reflektif dari Pak Nine, “Apa yang ingin kalian sampaikan pada teman-teman lewat Fistful of Metal?”

Zulfisyah, menjawab dengan lantang, “Bahwa seni dan iman bisa berjalan bareng. Kami ingin orang yang dengar musik kami merasa tersentuh, merasa dilihat, dan diberi semangat. Karena metal itu bukan cuma keras, tapi juga bisa penuh cinta dan harapan.”

Sekolah, Musik, dan Spirit yang Tak Terduga

Fistful of Metal membuktikan bahwa ruang sekolah bukan cuma tempat belajar rumus dan hafalan. Di tangan siswa-siswa kreatif, sekolah bisa menjadi tempat lahirnya karya, tempat tumbuhnya keyakinan, dan bahkan panggung bagi suara yang selama ini dianggap minor.

Dari ruang lobby itulah—dengan satu kaos hitam, satu podcast, dan dua murid yang bicara dari hati—terbuka lembaran baru. Bukan sekadar cerita tentang band sekolah, tetapi kisah tentang keberanian mengekspresikan diri, merawat nilai, dan membakar sel-sel pikiran negatif menjadi bara semangat yang terus menyala.

Fistful of Metal bukan cuma band. Mereka adalah sekepal baja yang menggugah kesadaran: bahwa kerasnya musik bisa sejalan dengan lembutnya iman.[pgn]

 

Baca dan Saksikan juga!

Fistful of Metal Lahir dari Keresahan Remaja Anti Mainstream 


Posting Komentar

0 Komentar