Jalan Terang GPAI dari Gedung DPRD

 

Difasilitasi Komisi D DPRD Jombang semua pihak terkait dipertemukan untuk mengurai masalah dan menggali solusi bagi GPAI. 

[Jombang, Pak Guru NINE] - Alhamdulillah. Kalimat thayyibah ini tak hanya menjadi ungkapan syukur, tapi juga menjadi napas panjang yang akhirnya bisa diembuskan oleh para Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) di Kabupaten Jombang. Setelah sekian lama harap-harap cemas, akhirnya secercah harapan mulai terlihat jelas. Senin siang, 14 April 2025, Komisi D DPRD Kabupaten Jombang memfasilitasi sebuah pertemuan penting—yang selama ini hanya diimpikan—antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Kementerian Agama (Kemenag), dan perwakilan guru PAI yang tergabung dalam AGPAII (Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia).

Pertemuan yang digelar pukul 13.00 WIB itu bukan sekadar rutinitas birokrasi atau simbol formalitas. Ada misi besar yang diemban: mengurai simpul kusut persoalan Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji ke-13 Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang hingga kini masih tertahan sejak tahun 2023. Sebuah persoalan yang tak hanya menyangkut administrasi, tetapi juga menyentuh urat nadi keadilan dan kesejahteraan bagi para pendidik agama di negeri ini.

Sebagaimana kita tahu, para guru PAI adalah ASN yang menjalankan tugas dengan dua wajah institusi: digaji dari APBD Pemerintah Daerah, namun pembinaan dan tunjangan sertifikasinya (TPG) ditangani oleh Kementerian Agama. Dualisme ini bukan hanya unik, tetapi juga menyimpan kerentanan yang dari tahun ke tahun terus menghantui. Termasuk soal THR dan gaji ke-13 yang seharusnya menjadi hak, tapi justru sering menjadi wacana yang entah kapan terlaksana.

Berdasarkan informasi dari perwakilan GPAI yang hadir dalam forum hearing itu, Komisi D DPRD Jombang, akhirnya menemukan titik terang. Dalam forum tersebut disampaikan dengan jelas bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024, seharusnya anggaran THR dan gaji ke-13 bagi ASN GPAI bersumber dari APBD Kabupaten Jombang. Bukan dari Kemenag, sebagaimana selama ini menjadi polemik.

Pernyataan ini tak hanya memperjelas duduk perkara, tetapi sekaligus menjadi peluru semangat bagi para GPAI. Setidaknya, pemerintah daerah kini tahu arah kewenangannya, dan tidak lagi saling lempar tanggung jawab. Dalam semangat persatuan dan keadilan, Komisi D juga mendorong agar Pemkab Jombang segera menghitung ulang dan mengalokasikan hak-hak guru ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.

Namun bagaimana dengan tahun 2024, bahkan 2023, yang haknya belum tersentuh?

Komisi D juga tidak tinggal diam. Mereka berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi dengan instansi terkait agar kekurangan tunjangan tahun-tahun sebelumnya bisa dimasukkan dalam Rencana Anggaran Kas (RAK) tahun ini. Artinya, masih ada peluang yang terbuka. Masih ada jalan untuk menebus hak yang tertunda. Ini adalah bukti bahwa perjuangan, jika dilakukan bersama dan dengan cara yang tepat, bisa membuka gerbang perubahan.

Pihak Kementerian Agama Jombang juga menyampaikan dukungan senada. Bahwa untuk ke depan, tanggung jawab tunjangan GPAI berada di pundak Pemkab Jombang. Pernyataan yang memberi rasa aman, sekaligus menjadi pengingat bahwa semua pihak harus saling bersinergi, bukan saling menunggu atau saling menyalahkan.

Namun perjuangan belum usai. Ini baru satu babak dari perjuangan panjang guru PAI yang juga tersebar di SMA, SMK, dan PKLK yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah Provinsi. Maka sudah sepantasnya, tongkat estafet perjuangan ini dilanjutkan ke level provinsi. DPD AGPAII Kabupaten Jombang telah menyalakan api perjuangan ini, dan kini tugas selanjutnya adalah memastikan DPW AGPAII Jawa Timur terus bergerak membawa aspirasi ini ke meja kebijakan yang lebih tinggi.

Kabar baiknya, Komisi D DPRD Kabupaten Jombang juga berjanji akan mengusulkan agar persoalan serupa diangkat dalam forum DPRD Provinsi Jawa Timur. Komitmen ini tentu harus kita kawal bersama. Karena perjuangan tidak boleh berhenti hanya karena satu rapat sudah selesai, atau karena satu surat sudah ditandatangani. Hak guru adalah tanggung jawab bersama yang harus diperjuangkan hingga benar-benar sampai ke tangan yang berhak.

Kita semua memahami, berbicara soal tunjangan di tengah tugas sebagai pendidik agama, memang terasa janggal. Namun jika dalam praktiknya ada ketimpangan, ada diskriminasi, dan ada ketidakadilan—maka bersuara bukanlah bentuk keluhan. Tapi bagian dari perjuangan moral. Bukankah para guru agama juga manusia yang punya kebutuhan hidup? Bukankah mereka juga ingin merayakan Idul Fitri dengan bahagia bersama keluarga, tanpa harus mengkhawatirkan cicilan yang belum lunas karena THR-nya tak kunjung cair?

Esai ini bukan sekadar catatan, tapi undangan untuk menyadari: bahwa perjuangan guru PAI bukan hanya tentang angka-angka dalam slip gaji, tapi tentang penghormatan terhadap peran penting mereka dalam membangun generasi bangsa. Sudah saatnya mereka mendapatkan haknya, sebagaimana ASN lain yang menjalankan tugasnya dengan dedikasi tinggi.

Terima kasih kepada Komisi D DPRD Jombang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Kemenag, serta seluruh pejuang GPAI yang tak kenal lelah memperjuangkan ini semua. Semoga langkah ini menjadi awal dari perjalanan panjang menuju keadilan yang hakiki bagi para pendidik agama di negeri ini.

Dan semoga doa-doa yang selama ini dipanjatkan dengan ikhlas dari ruang kelas, dari sajadah, dari pelataran masjid sekolah—akhirnya dijawab dengan kebijakan yang adil dan berpihak.

Mari terus berjuang. Karena perjuangan adalah bagian dari ibadah kita.[pgn]

 

Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang-Guru Penggerak Angkatan 9 tahun 2024

 

Baca juga!

Anak Tiri Pendidikan Nasional?

Saat Tuhan Menyingkap Selimut Guru PAIS

Inilah Masalah Utama Guru PAIS


Posting Komentar

0 Komentar